Bismillah,
Industri BPR dan BPRS akan selalu dihadapkan pada tantangan, baik tantangan global dan domestik yang bersumber dari eksternal, maupun tantangan struktural yang bersumber dari internal BPR dan BPRS. Adopsi teknologi informasi di bidang keuangan yang semakin masif berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank, termasuk BPR dan BPRS. Selain itu, BPR dan BPRS juga menghadapi persaingan yang semakin ketat khususnya pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepada segmen mikro dan kecil, yang diiringi dengan potensi peningkatan risiko kredit atau pembiayaan.
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), BPR dan BPRS memperoleh ruang yang lebih luas untuk berkembang melalui penguatan kelembagaan, serta perluasan kegiatan usaha dan aktivitas BPR dan BPRS. Meluasnya kegiatan usaha dan aktivitas BPR dan BPRS tentunya tidak luput dari berbagai risiko yang menyertai. Untuk itu, BPR dan BPRS diharapkan memiliki struktur yang lebih kuat untuk mampu menyerap potensi risiko tersebut sehingga dapat memanfaatkan kesempatan dari UU P2SK agar lebih berkembang.
RP2B 2024-2027 memuat arah pengembangan dan penguatan struktural sebagai respon terhadap kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh industri BPR dan BPRS ke depan, baik dari sisi internal maupun eksternal industri BPR dan BPRS. Secara umum, RP2B terdiri atas 4 (empat) pilar utama, yaitu:
- Penguatan struktur dan daya saing,
- Akselerasi digitalisasi BPR dan BPRS,
- Penguatan peran BPR dan BPRS terhadap wilayahnya, dan
- Penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.
Serta empat perangkat pendukung (enabler) yang terdiri dari:
- Kepemimpinan dan manajemen perubahan,
- Kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),
- Infrastruktur Teknologi Informasi, dan
- Kolaborasi dan kerja sama sektoral/interdep.