PERIKATAN DAN PERJANJIAN (AL-'AQD)
Pengertian Akad
Perikatan dan perjanjian dalam konteks fiqh mu'amalah dapat disebut dengan "akad". Kata akad berasal dari bahasa Arab yaitu al-'aqd bentuk jamaknya adalah al-'uqud yang mempunyai beberapa arti antara lain:
Pertama, Mengikat (Ar-Rabith), yaitu:Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian akad paling tidak mencakup:
- Perjanjian (al-'ahd)
- Persetujuan dua buah perjanjian atau lebih
- Perikatan (al-'aqd)
- 'Aqid yaitu orang yang berakad (bersepakat). Pihak yang melakukan akad ini dapat terdiri dua orang atau lebih. Pihak yang berakad dalam transaksi jual bell di pasar biasanya terdiri dari dua orangyaitu pihak penjual dan pembeli. Dalam hal warisan, misalnya ahli waris bersepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak lain, maka pihak yang diberi tersebut boleh jadi terdiri dari beberapa orang.
- Ma'qud 'Alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang ada dalam transaksi jual beli, dalam akad hibah, dalam akad gadai dan bentuk-bentuk akad lainnya.
- Shighat al 'Aqd yang terdiri dari ijab dan qabul. Pengertian ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad. Sedangkan qabul adalah perkataan yang keluar dari pihak yang lain, yang diucapkan setelah adanya ijab. Ada pun pengertian ijab-qabul pada sekarang ini dapat dipahami sebagai bentuk bertukamya sesuatu dengan yang lain, sehingga sekarang ini berlangsungnya ijab-qabul dalam transaksi jual beli tidak harus berhadapan (bertemu langsung). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam shighat al-'aqd ialah:
- Shighat al-'aqd harus jelas pengertiannya, maka kata-kata dalam ijab qabul harus jelas dan tidak menimbulkan banyak pengertian (bias), misalnya seseorang mengucapkan "aku serahkan benda ini". Kalimat tersebut masih belum dapat dipahami secara jelas, apakah benda tersebut diserahkan sebagai pemberian, penjualan atau titipan.
- Antara ijab dengan qabul harus bersesuaian, maka tidak boleh antara pihak berijab dan menerima (qabul) berbeda lafadh, sehingga dapat menimbulkan persengketaan, misalnya seseorang mengatakan "aku serahkan benda ini sebagai titipan", kemudian yang mengucapkan qabul berkata "aku terima benda ini sebagai pemberian".
- Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan tanpa adanya unsur paksaan atau ancaman dari pihak lain.
- Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad.
- Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad, syarat khusus ini juga disebut sebagai idhafi (tambahan) yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pemikahan.
- Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad orang tidak cakap (orang gila, orang yang berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros dan lainnya) akadnya tidak sah.
- Yang dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.
- Akad itu diizinkan oleh syara', dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan 'aqid yang memiliki barang.
- Akad bukan jenis akad yang dilarang, sepeti jual-beli mulamasah (akad jual beli dimana pembeli wajib membeli jika menyentuh barang).
- Akad dapat memberikan faedah, maka tidaklah sah apabila akad rahn dianggap sebagai amanah.
- Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab' tersebut dicabut (dibatalkan) sebelum adanya qabul.
- ljab dan qabul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan berpisah sebelum terjadinya qabul, maka ijab yang demikian dianggap tidak sah (batal).
- Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada saat selesainya akad. Pemyataan akad yang diikuti dengan pelaksanan akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
- 'Aqad Mu'alaq yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, seperti penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
- 'Aqad Mudhaf yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penangguhan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan, perkataan tersebut sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.
- Dalam keadaan muwadha'ah (taljih), yaitu kesepakatan dua orang secara rahasia untuk mengumumkan apa yang tidak sebenarnya, dalam ha! ini ada tiga bentuk:
- Bersepakat secara rahasia sebelum melakukan akad, bahwa mereka berdua akan mengadakan jual beli atau yang lainnya secara lahiriah saja, untuk menimbulkan sangkaan orang lain bahwa benda tersebut dijual, seperti menjual harta untuk menghindari penguasa yang dhalim atau menjual harta untuk menghindari pembayaran hutang, ha! ini disebut mu'tawadhah.
- Mu'awadhah terhadap benda yang digunakan untuk akad, seperti dua orang bersepakat menyebutkan mahar dalam jumlah yang besar dihadapan naib, wali pengantin laki-laki dan wali pengantin wanita sepakat menyebut dalam jumlah yang besar, sedangkan mereka sebenarnya telah sepakat dalam jumlah yang lebih kecil dari jumlah yang disebutkan di hadapan naib, hal ini disebut juga muwadha' fi al-badal.
- Mu'awadhah pada pelaku (isim mustatir), ialah seseorang yang secara lahiriah membeli sesuatu atas namanya sendiri yang sebenarnya barang tersebut untuk keperluan orang lain, Seperti seseorang membeli mobil atas namanya, kemudian diatur surat-surat dan keperluan-keperluan lainnya, setelah selesai semuanya baru dia mengumumkan bahwa akad yang telah dilakukan sebenarnya untuk orang lain, pembeli sebenarnya hanya merupakan wakil dari pembeli yang sebenarnya, hal ini disebut wakalah sirriyah (perwakilan rahasia).
- Hazl ialah ucapan-ucapan yang dikatakan secara main main, mengolok-olok (istihza') yang tidak dikehendaki adanya akibat hukum dari akad tersebut. Hazl terwujud dalam beberapa bentuk antara lain dengan muwadha'ah yang terlebih dahulu dijanjikan, seperti kesepakatan dua orang yang melakukan akad, bahwa akad tersebut hanya main-main, a tau disebutkan dalam akad, seperti seseorang berkata; buku ini pura-pura saya jual kepada Anda" atau dengan cara lain yang menunjukkan adanya qarinah hazl.
- Ikrah, cacat yang terjadi pada keridhaan.
- Khilabah, ialah bujukan yang membuat seseorang menjual suatu benda.
- Ghalath, ialah persangkaan yang salah, seperti seseorang membeli sepeda motor, dia menyangka sepeda motor tersebut masih dalam kondisi normal (baik), tetapi ternyata sepeda motor tersebut sudah turun mesin (rusak).
- Ada dan tidaknya qismah pada akad, dalam segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
- Akad musammah yaitu akad yang tel ah ditetapkan syara' dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual-beli, hibah, ijarah dan lain-lain.
- Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara' dan belum ditetapkan hukum-hukumnya.
- Disyari'atkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad dibagi menjdi dua bagian:
- Akad musyara'ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara' seperti gadai dan jual-beli.
- Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara' seperti menjual ikan dalam kolam atau anak binatang masih dalam perut induknya.
- Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini terbagi menjadi:
- Akad shahihah yaitu suatu akad yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, baik syarat yang bersifat umum ataupun khusus.
- Akad fasidah yaitu akad-akad yang cacat karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, baik dalam syarat umum ataupun khusus.
- Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad dibagi menjadi:
- Akad 'ainiyah yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barangnya, seperti jual-beli.
- Akad ghair 'ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang, karena tanpa disertai dengan penyerahan barangpun akad telah berhasil, seperti akad amanah.
- Akad ditinjau dari segi cara melakukannya, terbagi:
- Akad yang harus dilakukan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan yang harus dihindari oleh dua orang saksi, wali maupun petugas pencatat nikah.
- Akad ridha'iyah yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan tetjadi karena kedua belah pihak saling meridhai, seperti yang terjadi pada akad umumnya.
- Berlaku dan tidaknya akad, dari segi mni dapat terbagi menjadi dua bagaian:
- Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad.
- Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan, seperti akad fudhuli (akad yang berlaku setelah disetujui oleh pemilik harta).
- Luzm dan dapat dibatalkannya, dari segi ini akad dapat dibagi empat:
- Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, seperti bersetubuh. Tetapi akad nikah dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara' seperti thalak dan khulu'.
- Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakkan, seperti persetujuan jual-beli dan akad-akad lainnya.
- Akad lazim yang menjadi hal salah satu pihai, sepeerti rahn, orang yang menggadaikan sesuatu benda punya kebebasan kapan saja dia dapat melepaskan rahn atau menebus kembali barangnya.
- Akad lazim yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh orang yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari orang yang menerima titipan atau orang yang menerima titipan boleh mengembalikan barang yang dititipkan kepada yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari yang menitipkan.
- Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi tiga bagian:
- Akad mu' awadhah yaitu yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual-beli.
- Akad tabarru'at yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan, seperti hibbah.
- Akad yang tabarru'at pada awalnya dan menjadi akad mu'awadhah pada akhimya seperti qiradh dan kafalah.
- Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:
- Akad dhaman yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti qiradh.
- Akad amanah yang tanggung jawab kerusakan oleh pemilki benda, bukan oleh pihak yang memegang barang, seperti titipan (wadi'ah).
- Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi merupakan dhaman, dari segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn (gadai).
- Tujuan akad yaitu dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
- Bertujuan memiliki (tamlik), seperti jual-beli.
- Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama (perkongsian) seperti syairkah dan mudharabah.
- Bertujuan memperkokoh kepercayaan (tautsiq) saja, seperti rahn dan kafalah.
- Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.
- Temporer (faur) dan berkesinambungan (istimrar), dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
- Akad fauriyah yaitu akad-akad yang dalam pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja (temporer), seperti jualbeli.
- Akad istimrar disebut juga akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan, seperti 'ariyah.
- Ashliyah dan thabi'iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
- Akad ashliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu dari yang lain, seperti jual beli.
- Akad thabi'iyah yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada hutang.
Akad dan Konsekuensi Hukumnya
- Syarat in'iqad yaitu persyaratan yang berkenaan dengan berlangsung atau tidak berlangsungnya akad. Persyaratan ini mutlak harus dipenuhi bagi keberadaan akad. Karena itu jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka akibatnya akad menjadi batal (gagal). Persyaratan yang termasuk kategori ini adalah persyaratan akad yang berifat umum berlaku pada setiap unsur akad (sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya). Sedangkan sejumlah persyaratan khusus berlaku pada akad-akad tertentu. Misalnya saksi dalam akad nikah dan serah terima dalam akad 'ainiyah (kebendaan) dan lain-Iain.
- Syarat shihah (sah) adalah syarat yang ditetapkan oleh syara' yang berkenaan dengan ada atau tidaknya akibat hukum. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akadnya menjadi rusak (fasad). Contoh persyaratan jenis ini, dalam hal jual-beli yang sangat populer dalam madhab Hanafi adalah keharusan terhindamya akad dari enam perkara yaitu jihalah (tidak transparan), ikrah, tauqit (batas waktu tertentu), dharar dan syarat fasid."
- Syarat nafadh adalah persyaratan yang ditetapkan oleh syara' berkenaan dengan belaku atau tidak berlakunya sebuah akad. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi akadnya menjadi mauquf (ditangguhkan). Syarat nafadh ada dua: Pertama, milik atau wilayah, artinya orang-orang yang melakukan akad benar-benar sebagai pemilik barang atau dia mempunyai otoritas atas obyek akad. Kedua, obyek akad harus terbebas dari hak-hak pihak ketiga.
- Syarat luzum yaitu persyaratan yang ditetapkan oleh syara' berkenaan dengan kepastian sebuah akad, karena akad sendiri adalah sebuah ilzam (kepastian). Jika sebuah akad belum dapat dipastikan berlakunya seperti masih ada unsur-unsur tertentu yang menimbulkan hak khiyar, maka akad seperti ini dalam kondisi ghair luzum (tidak pasti), sebab masing-masing pihak masih mempunyai hak untuk tetap melangsungkan atau membatalkan akadnya.
- Berakhirnya akad karena fasakh. Hal-ha! yang menyebabkan timbulnya fasakhnya akad adalah sebagai berikut:
- Fasakh karena akadnya fasid (rusak), yaitu jika suatu akad berlangsung secara fasid, seperti akad pada bai' al-mu'aqqat atau bai' al-majhul. Maka akad harus difasakh oleh para pihak yang berakad atau oleh keputusan hakim.
- Fasakh karena khiyar. Pihak yang mempunyai wewenang khiyar berhak melakukan fasakh terhadap akad jika menghendaki, kecuali dalam kasus khiyar 'aib setelah penyerahan barang.
- Fasakh berdasarkan iqalah, yaitu terjadinya fasakh akad karena adanya kesepakatan kedua belah pihak.
- Fasakh karena tidak ada realisasi. Fasakh ini hanya terjadi pada khiyar naqd, misalnya karena rusaknya obyek akad sebelum penyerahan.
- Fasakh karena jatuh tempo atau karena tujuan akad telah terealisasi . Jika batas waktu yang ditetapkan dalam akad telah berakhir, atau tujuan akad telah terealisasi, maka akad dengan sendirinya menjadi fasakh (berakhir).
- Berakhirnya akad karena kematian. Kematian menjadi penyebab berakhirnya sejumlah akad, meskipun para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini. Akad yang fasakh karena kematian adalah sebagai berikut:
- Akad dalam ijarah: Menurut Hanafiyah, kematian seseorang menyebabkan berakhimya akad ijarah. Alasan mereka, karena ijarah merupakan akad kedua belah pihak, maka jika salah satu pihak meninggal dunia, dengan sendirinya akad akan berakhir. Namun jumhur berpendapat, bahwa kematian tidak dapat menyebabkan berakhirnya akad.
- Akad dalam rahn dan kafalah: Akad dalam dua transaksi ini merupakan akad yang lazim, karena itu jika pihak penggadai barang (rahin) meninggal dunia maka barang gadai harus segera dijual untuk melunasi hutang. Sedangkan dalam akad kafalah, apabila orang yang berhutang meninggal dunia tidak mengakibatkan berakhimya kafalah, tetapi jika ada hutang yang masih belum terbayar harus dilakukan perlunasan hutang atau tanggung jawabnya dilimpahkan kepada pihak lain.
- Akad dalam syirkah dan wakalah Akad syirkah akan berakhir dengan kematian seseorang, jika anggotanya tidak lebih dari dua orang, namun apabila anggotanya lebih dari dua orang akad, maka akad syirkah akan tetap berlangsung bagi para anggota yang masih hidup. Hal ini juga berlaku bagi akad dalam wakalah.
- Berakhirnya akad karena tidak adanya izin pihak lain. Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak mengizinkannya atau meninggal dunia sebelum dia memberikan izin.
- Ibnu 'Abidin, Radd AL Mukhtar 'Ala Ad Dur Al Mukhtar, (Mesir, Al amriyah, tt)
- Mustafa Ahmad Az Zarqa', Al Madkhal Al Fiqhi Al 'Am Al Islami Fi Tsaubihi Al Jadid (Beirut, Dar Al Fiqr, 1968)
- Ad Dardir, Asy Syarh Al Kabir 'Ala Hasyiyyah Ad Dasuqi, (Beirut, Dar Al Fikr, tt)
- Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000).
- Hendi Suhendi, Fiqh Mu'amalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam (Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1986)
- Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta, Teras, 2011)