01 November 2024

Khiyar Dalam Transaksi

Pengertian Khiyar 

Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh dua pihak yang berakad ('aqidain) untuk memilih antara meneruskan akad, atau membatalkannya dalam kyiyar syarat dan khiyar 'aib, atau hak memilih salah satu dari sejumlah benda dalam khiyar ta'yin. Sebagian khiyar adakalanya bersumber dari kesepa­katan seperti khiyar syarat dan khiyar ta'yin dan sebagiannya lagi bersumber dari ketetapan syara' seperti khiyar 'aib. 

Menurut Wahbah Az-Zuhaili ada tujuh belas macam khiyar, namun di dalam kitabnya dia hanya menyebutkan enam macam khiyar yang populer, sebagaimana yang akan diterang­kan berikut ini: 




Khiyar Majlis

Khiyar majlis adalah setiap 'aqidain mempunyai hak untuk memilih antara meneruskan akad atau mengurung­ kannya sepanjang keduanya belum berpisah. Artinya suatu akad belum bersifat lazim (pasti) sebelum berakhirnya majlis akad yang ditandai dengan berpisahnya 'aqdain atau dengan timbulnya pilihan lain. Namun khiyar majlis ini tidak berlaku pada setiap akad, melainkan hanya berlaku pada akad al­ mu'awadhah al-maliyah, seperti akad jual beli dan ijarah. Khiyar majlis dipegang teguh oleh fuqaha Syafi'iyah dan Hanabilah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim, sebagaimana sabda Rasulallah Saw:

"Dua pihak yang melakukan jual beli, memiliki hak khiyar (memilih) selama keduanya belum berpisah".

Sedangkan menurut fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa tidak ada khiyar majlis dalam jual beli, menurut mereka, akad telah dianggap sempuma dan bersifat lazim (pasti) semata berdasarkan kerelaan kedua pihak yang dinyatakan secara formal melalui ijab dan kabul. Karena itu khiyar majlis setelah terjadinya ijab dan kabul dianggap sebagai pelanggaran terhadap akad. Menurut mereka makna al-bai'ani diartikan (secara ta'wil) dengan proses tawar­ menawar sebelum ada keputusan akad, teks hadits maalam yatafarraqa dita'wilkan dengan "terputus lisan" tidak dengan pengertian "terputus secara badani". Artinya apabila ijab dan kabul telah terputus dengan perkataan lain, maka masing­ masing pihak dapat membatalkannya. Khiyar yang demikian.; ini menurut madhhab Hanafi disebut sebagai khiyar qabul atau khiyar ruju'.  

Khiyar Ta'yin

Khiyar ta'yin adalah hak yang dimiliki oleh pembeli untuk memastikan pilihan atas sejumlah benda sejenis atau setara sifat atau harganya. Khiyar ini hanya berlaku pada akad mu'awadhah al-maliyah yang mengakibatkan perpindahan hak milik, seperti jual-beli. Keabsahan khiyar ta'yin menurut madhhab Hanafi hams memenuhi tiga syarat sebagai berikut:

  1. Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek akad.
  2. Sifat dan nilai benda-benda yang menjadi obyek pilihan hams setara dan harganya hams jelas. Jika nilai dan sifat masing-masing benda berbeda jauh, maka khiyar ta'yin ini menjadi tidak berarti.
  3. Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih dari tiga hari.

Adapun imam Syafi'i dan Ahmad lbn Hanbal menyang­kal keabsyahan khiyar ta'yin ini, dengan alasan bahwa salah satu syarat obyek akad adalah harus jelas.  

Khiyar Syarat

Khiyar syarat adalah hak 'aqidain untuk melangsungkan atau membatalkan akad selama batas waktu tertentu yang dipersyaratkan ketika akad berlangsung. Seperti ucapan seorang pembeli "saya beli barang ini dengan hak khiyar untuk diriku dalam sehari atau tiga hari". Khiyar syarat ini hanya ber­laku pada jenis akad lazim yang dapat menerima upaya fasakh (pembatalan) seperti pada akad jual-beli, mudharabah, muzara'ah, ijarah, kafalah, musaqah, hiwalah dan lain-lain. Sedangkan khiyar ini tidak berlaku pada akad ghair lazim: seperti pada akad wakalah, 'ariyah, wadi'ah, hibah dan wasiah. Khiyar syarat ini juga tidak berlaku pada akad lazim yang tidak menerima upaya fasakh, seperti akad nikah, thalak dan khulu'. Khiyar syarat berakhir dengan salah satu dari sebab berikut ini: 

  1. Terjadi penegasan pembatalan atau penetapan akad.
  2. Batas waktu khiyar telah berakhir
  3. Terjadi kerusakan pada obyek akad. Jika kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pihak penjual maka akadnya batal dan berakhirlah khiyar. Namun jika kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pembeli maka berakhirlah khiyar namun tidak membatalkan akad.
  4. Terjadi penambahan atau pengembangan dalam penguasaan pihak pembeli baik dari segi jumlah seperti beranak, bertelur atau mengembang.
  5. Wafatnya sahib al-khiyar. Pendapat tersebut menurut pandangan Madhhab Hanafi dan Hanbali, sedangkan menurut madhhab Syafi'i dan Maliki bahwa hak khiyar dapat berpindah kepada ahli waris menggantikan shahib al-khiyar yang wafat. 

Khiyar 'Aib

Khiyar 'Aib adalah hal yang dimiliki oleh salah seorang dari 'aqidain untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika dia menemukan cacat pada obyek akad yang mana pihak lain tidak memberitahukannya pada saat akad . Khiyar 'aib ini didasarkan pada sebuah hadits Rasulullah Saw: 


"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, maka tidak halal bagi seorang muslim menjual (barang) yang mengandung cacat ('aib) kepada saudaranya kecuali jika dia menjelaskan (adanya cacat) kepadanya"

Khiyar 'aib harus memenuhi persyaratan sebagai ber­ ikut:
  • Aib (cacat) tetjadi sebelum akad, atau setelah cacat namun belum terjadi penyerahan. Jika cacat tersebut tetjadi setelah penyerahan atau terjadi dalam peng­uasaan pembeli maka tidak berlaku hak khiyar.
  • Pihak pembeli tidak mengetahui cacat tersebut ketika berlangsung akad a tau ketika berlangsung penyerahan. Jika pihak pembeli sebelumnya setelah mengetahui­nya, maka tidak ada hak khiyar baginya.
  • Tidak ada kesepakatan bersyarat bahwasanya penjual tidak bertanggung jaw ab terhadap segala cacat yang ada. Jika ada kesepakatan bersyarat seperti ini, maka hak khiyar pembeli menjadi gugur.
Hak khiyar 'aib ini berlaku semenjak pihak pembeli me­ngetahui adanya cacat setelah berlangsung akad. Adapun mengenai batas waktu untuk menuntut pembatalan akad ter­dapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha. Menurut fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah, batas waktu berlakunya, ber­laku secara tarakhi. Artinya pihak yang dirugikan tidak harus menuntut pembatalan akad ketika dia mengetahui cacat ter­sebut. Namun menurut fuqaha Malikiyah dan Syafi'iyah batas waktunya berlaku secara faura (seketika). Artinya pihak yang dirugikan harus segera menggunakan hak khiyar secepat mungkin, jika dia mengulur-ulur waktu tanpa memberikan alasan, maka hak khiyar menjadi gugur dan akad dianggap
telah lazim (sempurna). Hak khiyar 'aib gugur apabila berada dalam kondisi berikut ini: 
  • Pihak yang dirugikan merelakan setelah dia menge­ tahui cacat tersebut
  • Pihak yang dirugikan sengaja tidak menuntut pem­batalan akad
  • Terjadi kerusakan atau terjadi cacat baru dalam peng­uasaan pihak pembeli
  • Terjadi pengembangan atau penambahan dalam penguasaan pihak pembeli, baik dari sejumlah seperti beranak atau bertelur, maupun segi ukuran seperti mengembang. 
Khiyar Ru'yah

Khiyar ru'yah adalah hak pembeli untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika dia melihat obyek akad dengan syarat dia belum melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya dia pernah melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi perubahan atasnya. 

Konsep khiyar ini disampaikan oleh fuqaha Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Dhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang ghaib (tidak ada di tempat) atau benda yang belum pernah diperiksa. Namun menurut Imam Syafi'i khiyar ru'yah ini tidak sah dalam proses jual beli karena menurutnya jual beli terhadap barang yang ghaib (tidak ada di tempat) sejak se­mula dianggap tidak sah. Adapun landasan hukum mengenai khiyar ru'yah sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits: 

"Barang siapa yang membeli sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka baginya hak khiyar ketika melihatnya."

Khiyar Naqd

Khiyar Naqd tersebut terjadi apabila dua pihak melaku­kan jual beli dengan ketentuan jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, a tau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu. Maka pihak yang dirugi­kan mempunyai hak untuk membatalkan atau tetap melang­sungkan akad.



Akad - Akad Dengan Prinsip Sewa Menyewa

Berikut beberapa jenis akad-akad dengan Prinsip Sewa Menyewa yang umum digunakan di masyarakat atau praktek diperbankan syariah. ...